Halo-halo Bandung
Ibukota periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali
Siapa yang tidak mengenal lagu
perjuangan Indonesia tersebut. Khusunya bagi masyarakat Bandung, lagu tersebut menggambarkan
semangat perjuangan rakyat kota Bandung dalam pasca-kemerdekaan pada tahun 1946.
Bagi masyarakat Bandung, 23 Maret 1946 menjadi sebuah saksi sejarah peristiwa yang
dikenal dengan ‘Bandung Lautan Api’.
Sebutan Bandung Lautan Api adalah
peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, pada 23 Maret 1946, dalam
waktu 7 jam, sekitar 200.000 penduduk
Bandung membakar rumah mereka dan meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah
selatan Bandung.
Hal ini dilakukan penduduk untuk mencegah
tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menggunakan kota Bandung sebagai markas
strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran di Bandung diawali
oleh usaha para pemuda untuk merebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata
bekas Artillerie Constructie Winkel (ACW)(* yang sekarang kita kenal Pindad ). Kemudian,
pada 12 Oktober 1945 pasukan Sekutu (Inggris) yang merupakan bagian dari
Brigade MacDonald datang ke Bandung. Sejak awal hubungan dengan pemerintah RI
sudah tegang. Pihak MacDonald menuntut agar semua senjata api yang ada di
tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka.
Source: google.com
Kedatangan mereka juga untuk membebaskan
orang-orang Belanda dari kamp tawanan. Sementara NICA memanfaatkan kedatangan pasukan
Sekutu untuk mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Pasukan Sekutu
dan NICA melakukan berbagai terror terhadap rakyat sehingga terjadilah
pertempuran dengan para pemuda yang tergabung dalam TKR, laskar- laskar dan
badan-badan perjuangan
Pada bulan Oktober di Bandung
telah terbentuk Majelis Dewan Perjuangan yang dipimpin panglima TKR, Aruji
Kartawinata. Dewan perjuangan ini terdiri dari wakil-wakil TKR dan berbagai
kelaskaran.
Para pejuang menyerang Hotel
Homann dan Hotel Preanger yang digunakan sebagai markas oleh Sekutu dan NICA
pada malam tanggal 21 November 1945.
Atas kejadian ini Sekutu
mengeluarkan ultimatum agar para pejuang menyerahkan senjata dan mengosongkan
Bandung Utara selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945 dengan alasan
menjaga keamanan.
Namun, ultimatum itu tidak dipedulikan
dan peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945 di
mana rakyat menghadapi banjir besar karena meluapnya Sungai Cikapundung.
Ratusan korban terbawa hanyut dan
ribuan penduduk kehilangan tempat inggal. Keadaan ini dimanfaatkan untuk
menyerang rakyat Bandung yang tengah menghadapi musibah.
Pihak Sekutu pada tanggal 23
Maret 1946, kembali mengeluarkan sebuah ultimatum agar TRI mengosongkan seluruh
kota Bandung dan mundur ke luar kota dengan jarak 11 km paling lambat 24 Maret
1946. Akibatnya pertempuran pun kembali terjadi. Pada saat itu datang dua buah
surat yang isinya :
Dari Perdana Menteri Amir
Syarifudin
Bahwa para pejuang / pasukan RI
harus mundur dari kota Bandung sesuai dengan perjanjian antara pemerintah RI
dengan Sekutu yang saat itu sedang berlangsung di Jakarta, untuk menghindari
penderitaan rakyat dan kehancuran kota Bandung.
Dari Panglima TRI Jenderal
Sudirman
Bahwa para pejuang / pasukan RI
harus tetap mempertahankan Kota Bandung sampai titik darah penghabisan, agar
Kota Bandung tidak dimanfaatkan oleh Sekutu sebagai pangkalan militernya
Kemudian dalam mempertimbangkan
kedua surat itu, dilakukan sebuah musyawarah yang hasilnya pada tanggal 23
Maret 1946, diumumkan oleh Kolonel Abdoel Haris Nasoetion sebagai Komandan
Divisi III TRI untuk mengosongkan Kota Bandung dengan melakukan infiltrasi atau
bumi hangus, yang kita dikenal dengan sebutan “Bandung Lautan Api”.
Rakyat kemudian di intruksikan untuk
segera mengungsi dan mundur dari Kota Bandung. TRI dan laskar pejuang lainnya
membakar Kota Bandung. Asap-asap hitam mengepul membumbung tinggi di udara dan
semua listrik mati.
Melihat kejadian ini, pihak
sekutu mulai menyerang sehingga pertempuran kembali terjadi. Pertempuran yang
paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, Bandung Selatan, dimana terdapat
gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.
Dalam petempuran ini kita
mengenal tokoh Muhammad Toha dan Ramdan, dua pemuda anggota milisi BRI (
Barisan Rakyat Indonesia ) dengan misi untuk menghancurkan gudang amunisi milik
sekutu. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit.
Source: google.com
Gudang besar itu meledak dan
terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya yang gugur dalam ledakan. Sementara
Staf pemerintahan Kota Bandung pada pukul 21.00 akhirnya ikut dalam rombongan evakuasi.
Sumber: https://www.academia.edu/12099599/Makalah_Peristiwa_Bandung_Lautan_Api
0 komentar:
Posting Komentar