Rabu, 23 Maret 2016

Filled Under:

Bandung Lautan Api : 23 Maret 1946




Halo-halo Bandung
Ibukota periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali




Siapa yang tidak mengenal lagu perjuangan Indonesia tersebut. Khusunya bagi masyarakat Bandung, lagu tersebut menggambarkan semangat perjuangan rakyat kota Bandung dalam pasca-kemerdekaan pada tahun 1946. Bagi masyarakat Bandung, 23 Maret 1946 menjadi sebuah saksi sejarah peristiwa yang dikenal dengan ‘Bandung Lautan Api’.

Sebutan Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, pada 23 Maret 1946, dalam waktu 7  jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka dan meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.

 Hal ini dilakukan penduduk untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Pertempuran di Bandung diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata bekas Artillerie Constructie Winkel (ACW)(* yang sekarang kita kenal Pindad ). Kemudian, pada 12 Oktober 1945 pasukan Sekutu (Inggris) yang merupakan bagian dari Brigade MacDonald datang ke Bandung. Sejak awal hubungan dengan pemerintah RI sudah tegang. Pihak MacDonald menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka.

Source: google.com

Kedatangan mereka juga untuk membebaskan orang-orang Belanda dari kamp tawanan. Sementara NICA memanfaatkan kedatangan pasukan Sekutu untuk mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Pasukan Sekutu dan NICA melakukan berbagai terror terhadap rakyat sehingga terjadilah pertempuran dengan para pemuda yang tergabung dalam TKR, laskar- laskar dan badan-badan perjuangan

Pada bulan Oktober di Bandung telah terbentuk Majelis Dewan Perjuangan yang dipimpin panglima TKR, Aruji Kartawinata. Dewan perjuangan ini terdiri dari wakil-wakil TKR dan berbagai kelaskaran.
Para pejuang menyerang Hotel Homann dan Hotel Preanger yang digunakan sebagai markas oleh Sekutu dan NICA pada malam tanggal 21 November 1945.

Atas kejadian ini Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang menyerahkan senjata dan mengosongkan Bandung Utara selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945 dengan alasan menjaga keamanan.

Namun, ultimatum itu tidak dipedulikan dan peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945 di mana rakyat menghadapi banjir besar karena meluapnya Sungai Cikapundung.

Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat inggal. Keadaan ini dimanfaatkan untuk menyerang rakyat Bandung yang tengah menghadapi musibah.

Pihak Sekutu pada tanggal 23 Maret 1946, kembali mengeluarkan sebuah ultimatum agar TRI mengosongkan seluruh kota Bandung dan mundur ke luar kota dengan jarak 11 km paling lambat 24 Maret 1946. Akibatnya pertempuran pun kembali terjadi. Pada saat itu datang dua buah surat yang isinya :

Dari Perdana Menteri Amir Syarifudin
Bahwa para pejuang / pasukan RI harus mundur dari kota Bandung sesuai dengan perjanjian antara pemerintah RI dengan Sekutu yang saat itu sedang berlangsung di Jakarta, untuk menghindari penderitaan rakyat dan kehancuran kota Bandung.

Dari Panglima TRI Jenderal Sudirman
Bahwa para pejuang / pasukan RI harus tetap mempertahankan Kota Bandung sampai titik darah penghabisan, agar Kota Bandung tidak dimanfaatkan oleh Sekutu sebagai pangkalan militernya

Kemudian dalam mempertimbangkan kedua surat itu, dilakukan sebuah musyawarah yang hasilnya pada tanggal 23 Maret 1946, diumumkan oleh Kolonel Abdoel Haris Nasoetion sebagai Komandan Divisi III TRI untuk mengosongkan Kota Bandung dengan melakukan infiltrasi atau bumi hangus, yang kita dikenal dengan sebutan “Bandung Lautan Api”.

Rakyat kemudian di intruksikan untuk segera mengungsi dan mundur dari Kota Bandung. TRI dan laskar pejuang lainnya membakar Kota Bandung. Asap-asap hitam mengepul membumbung tinggi di udara dan semua listrik mati.

Melihat kejadian ini, pihak sekutu mulai menyerang sehingga pertempuran kembali terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, Bandung Selatan, dimana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.

Dalam petempuran ini kita mengenal tokoh Muhammad Toha dan Ramdan, dua pemuda anggota milisi BRI ( Barisan Rakyat Indonesia ) dengan misi untuk menghancurkan gudang amunisi milik sekutu. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit.

Source: google.com

Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya yang gugur dalam ledakan. Sementara Staf pemerintahan Kota Bandung pada pukul 21.00 akhirnya ikut dalam rombongan evakuasi.



Sumber: https://www.academia.edu/12099599/Makalah_Peristiwa_Bandung_Lautan_Api

0 komentar:

Posting Komentar