Supersemar atau Surat
Perintah 11 Maret sampai saat ini masih menjadi sebuah teka-teki. Dokumen
negara yang sangat penting itu dikatakan menghilang bahkan sampai hari ini. Peristiwa
11 Maret ini masih menjadi misteri politik. Banyak yang mencoba menerka-nerka
tentang keberadaan dan kebenaran dokumen tersebut. Seorang Jendral yang bersih
dan jujur bahkan sebagai salah satu pelaku dari sejarah tersebut, Jendral M.
Jusuf sedikitpun tidak mau membuka mulut.
Sebagian kalangan sejarawan
Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi mengenai Supersemar. Antara
lain, Supersemar dikeluarkan oleh Presiden Soekarno sebagai surat kuasa
peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Versi lain, surat Perintah Sebelas
Maret yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat
dalam buku-buku sejarah.
Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima
Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) diberi perintah saat itu
untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi
keamanan yang buruk. Yang jelas Supersemar adalah Surat
Perintah saat itu dari Presiden Sukarno kepada Jendral Suharto. Ir. Soekarno
menegaskan, bahwa Supersemar hanya menyangkut pengamanan negara, pengamanan diri
presiden, dan pelaksanaan ajaran presiden. Dan sama sekali dalam Supersemar
tidak mengatakan soal peralihan kekuasaan.
Pakar telematika, Roy Suryo yang
membeberkan bukti bahwa naskah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang
selama ini beredar adalah palsu. Roy
menyatakan, naskah asli Supersemar sempat ter-shoot pada tahun 1966 di film
Pengabdian tanpa Titik Akhir. Film tersebut di dokumentasikan Kantor Arsip
Nasional Republik Indonesia (ANRI) dalam film selluloid yang diproduksi 2001.
Ditegaskan kembali oleh mantan
Kepala ANRI M Asichin ketika menjadi pembicara dalam Workshop Pengujian
Autentikasi Arsip yang mengatakan bahwa Supersemar memang ada, namun yang
selama ini beredar adalah palsu. Hal tersebut terkait dengan uji forensik di
Mabes Polri. Hasilnya menyatakan dokumen-dokumen yang dinyatakan sebagai Supersemar
tersebut hasil produk cetak, baik berupa tulisan, lambang garuda, dan tanda
tangannya bukan merupakan tarikan langsung.
Fakta lainnya, Supersemar versi TNI AD sudah
dibuat dengan teknologi mesin komputer. Sedangkan, tahun 1966 belum digunakan
mesin komputer. Masih menggunakan mesin ketik manual. Asichin mengatakan bahwa Moerdiono
selaku mantan Menteri Sekretariat Negara menyatakan bahwa pernah melihat
Supersemar yang asli, Supersemar
tersebut terdiri dari dua lembar. Moerdiono juga mengatakan bahwa surat
tersebut dibawa langsung oleh tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amirmachmud,
dan M Yusuf dari Bogor ke Kostrad, untuk diserahkan kepada Letjen Soeharto.
Sebagai sebuah dokumen negara,
Supersemar tentu memiliki arti yang sangat penting. Sebab, Supersemar menjadi
penanda atau kunci sejarah dari peralihan kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh
Ir.Soekarno menuju Orde Baru yang dibangun Soeharto.
Sumber : kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar